Rabu, 21 November 2012

apa yang menyebabkan lahirnya sekatenan

Memasuki bulan Januari, Jogja kembali menarik minat wisatawan melalui beragam acara budaya yang sangat menarik, setelah sukses menikmati gelaran akbar Jogja Java Carnival Desember lalu, memasuki awal tahun 2011 ini para wisatawan akan dimanjakan dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) yang juga merupakan acara tahunan yang selalu meriah.
Seperti biasanya, acara PMPS kali ini berpusat di Alun-alun utara dan Masjid Agung Kauman. Digelar selama sebulan lebih dari 7 Januari hingga 15 Februari 2011, PMPS akan menyuguhi para pengunjung pecinta kebudayaan nusantara khususnya kekentalan budaya “Kejawen” dengan rangkaian acara di antaranya:
  • Festival Potensi Wilayah (8-30 januari), yang mengusung tema “Ragam Jogja Budaya Seni” yang menampilkan karya dari berbagai wilayah kelurahan di Jogjakarta, diantaranya dengan pertunjukan seni tari, musik, dan teater di atas panggung kesenian yang disediakan.

  • Festival Band Religi,

  • Festival Busana Muslim,

  • Resital Gaguritan (8 Februari pukul 11:00 sampai 21:00), mengangkat tema “Yang Muda Yang Mengangkat Seni Tradisi” akan menampilkan pertunjukan beberapa seni pusi bahasa Jawa, namun bukan untuk dilombakan. Acara ini bertujuan mengenali potensi geguritan yang tumbuh di masyarakat. Setiap peserta yang ikut serta boleh mengangkat tema religi, wali, meupun puji-pujian. Acara ini juga diadakan di panggung kesenian PMPS.

  • Festival Seni Tradisi Religius,

  • Festival Ketoprak (8 Januari-13 Februari setiap Sabtu, Minggu, dan Kamis pukul 21:30 hingga 23:30), sebanyak 14 grup akan mengisi acara ini dengan menampilkan berbagai lakon yang menggambarkan Islam seperti Menak, Babad, dan lainnya. Ketoprak ini juga bertempat di Panggung kesenian PMPS.

  • Rangkaian pasar rakyat dengan puluhan stand pendukung dengan produk-produk permainan, kuliner, peralatan rumah tangga, pakaian, hingga stand-stand daerah.
Acara sebulan penuh ini memang menjadi penanda awal tahun yang meriah bagi masyarakat Jogjakarta dan pecinta seni budaya tradisi Jawa. Peringatan Maulid Nabi yang menjadi rangkaian inti acara Sekaten ini selalu ramai dikunjungi oleh warga dan wisatawan pada setiap penyelenggaraannya.
Menurut sejarahnya, Sekaten sendiri diselenggarakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW yang lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ketiga dari tahun jawa. Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama. Selain di Keraton Jogjakarta juga diselenggarakan di Keraton Surakarta.
Perayaan sekaten diantaranya meliputi “Sekaten Sepisan” yakni dibunyikannya dua perangkat gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu, kemudian pemberian sedekah `Ngarso Dalem` Sri Sultan HB X berupa `udhik-udhik` (menyebar uang) dan kemudian diangkatnya kedua gamelan menuju Masjid Agung Jogjakarta dan ditutup dengan Grebeg.
Sekaten Jogjakarta/handoyoblog.com
Sekaten Jogjakarta/handoyoblog.com
Kata Sekaten diambil dari pengucapan kalimat “Syahadat”. Istilah Syahadat, yang kemudian diucapkan sebagai Syahadatain ini kemudian berangsur- angsur berubah dalam pengucapannya, termasuk peleburan dengan kultur dan sastra Jawa sehingga menjadi Syakatain dan pada akhirnya menjadi istilah “Sekaten” hingga sekarang.
Pada masa-masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitannya. Untuk tujuan itu dipergunakan 2 perangkat gamelan, yang memiliki laras swara yang merdu yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.
Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur madu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dibangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 ke dua perangkat gamelan tersebut dipindahkan kehalaman Masjid Agung Jogjakarta, dalam suatu iring-iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Keraton berseragam lengkap.
Puncak acara Sekaten adalah “Grebeg Maulud”, yaitu diusungnya sepasang gunungan berisi pangan keluar dari Masjid Agung setelah sebelumnya didoakan oleh para ulama setempat.  Inilah yang selalu menjadi sasaran wisatawan yang percaya bahwa berebut dan memperoleh sajian pangan dari gunungan Sekaten akan membawa berkah tersendiri dalam hidup serta rezeki dan hasil panen melimpah. Masyarakat Jogjakarta juga percaya bahwa agar mendapat imbalan dari Yang Maha Kuasa, masyarakat harus rela berusaha. Sebagai ” Srono ” (syarat)-nya, mereka harus mengunyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten. Oleh karenanya, selama diselenggarakan perayaan sekaten itu, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih bersama lauk-pauknya di halaman Kemandungan,di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid Agung Jogjakarta.
Selama penyelenggaraannya, seluruh wewenang regulasi dan pengelolaan PMPS dipegang oleh Pemerintah Daerah Kotamadya Jogjakarta karena manyangkut pelestarian budaya nasional yang diakui oleh negara.
***
Jika Anda tertarik berkunjung ke PMPS Jogjakarta 2011, berikut beberapa tips yang mungkin berguna.
Siapkan kendaraan Anda yang fleksibel dan bisa menerobos macet. Animo masyarakat yang tinggi terutama pada jam-jam istirahat berpotensi menyebabkan macet di sepanjang Jalan Malioboro, Jalan Sultan Agung, atau Jalan Mataram yang menjadi jalan masuk ke area PMPS. Jalan Mataram adalah jalur yang biasanya relatif lengang di samping karena memang ruas jalannya teratur dua arah hingga ke kawasan Nol Kilometer.
Bagi Anda yang membawa kendaraan roda dua, kantung parkir utama berada di bagian selatan Kantor Pos, dekat gerbang utama PMPS. Siapkan receh anda untuk tarif parkir Rp 2.000,- dan tiket masuk Rp 5.000,- (belum dikonfirmasi).
Waktu paling ramai adalah malam selepas Maghrib hingga sekitar pukul 21:00.
Kapal Othok-othok, salah satu produk mainan tradisional yang dijual di PMPS/flickr
Kapal Othok-othok, salah satu produk mainan tradisional yang dijual di PMPS/flickr
***
Semoga ini menjadi perpanjangan urat pelestarian budaya nasional kita yang bertahan hingga generasi-generasi mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar